Rabu, 18 November 2015
ALASAN KENAPA PACARAN ITU HARAM OLEH ISLAM
ALASAN KENAPA PACARAN ITU HARAM OLEH ISLAM
Islam
adalah agama yang sangat sempurna , karena ALLAH begitu menyayangi kita
sehingga DIA memberikan larangan yang sangat banyak untuk hambanya ( kita ) itu
karena DIA mau menjadikan kita manusia yang beradab .
Saya ambil contoh pacaran itu diharamkan karena jika kita mau teliti , ternyata pacaran itu banyak madlaratnya , seperti kita tahu saat pacaran kita menjadi orang lain , yang aslinya kita cuek , cerewet , bawel , kita berubah jadi orang yang bahkan diri kita sendiri pun tidak kenal . kita berubah jadi orang yang pendiam , perhatian , dan perasaan kita lebih sensitif ke percintaan , dll .
Saya ambil contoh pacaran itu diharamkan karena jika kita mau teliti , ternyata pacaran itu banyak madlaratnya , seperti kita tahu saat pacaran kita menjadi orang lain , yang aslinya kita cuek , cerewet , bawel , kita berubah jadi orang yang bahkan diri kita sendiri pun tidak kenal . kita berubah jadi orang yang pendiam , perhatian , dan perasaan kita lebih sensitif ke percintaan , dll .
Aku 2
tahun ini jadi orang yang pendiam , karena aku pikir semua orang punya masalah
, aku tak mau orang yang aku ajak cerita malah bebannya nanti bertambah . Cukup
dengan ALLAH dan tulisan ini aku menyampaikannya .
Syukurlah
aku selamat dari perbuatan yang aneh - aneh .
karena
biasanya pacaran itu yang aneh-aneh .
Aku hanya
takut azab ALLAH
1. QS. Al-Israa' (Al-Isra') [17] : ayat
32
[17:32] Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
2. QS. An-Nuur (An-Nur) [24] :
ayat 2
[24:2] Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
3. QS. An-Nuur (An-Nur) [24] :
ayat 3
[24:3] Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
4. QS. An-Nuur (An-Nur) [24] :
ayat 4
[24:4] Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.
Siapa Bilang Pacaran Haram
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Siapa
Bilang Pacaran Haram ??
Segala puji hanya milik Allah ‘Azza
wa Jalla. Hanya kepadaNya kita memuji, meminta tolong, memohon ampunan,
bertaubat dan memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal
yang buruk. Barangsiapa yang diberi Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat
menyesesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat
memberikannya hidayah taufik. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang
benar kecuali Allah dan tiada sekutu baginya.
Aku bersaksi bahwasanya Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hambaNya dan UtusanNya.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim
jami’an.
Pacaran adalah
suatu hal yang telah menyebar luas dikalangan masyarakat sebuah kebiasaan yang
terlarang dalam islam namun sadar tak sadar telah menjadi suatu hal yang sangat
sering kita lihat bahkan sebahagian orang menganggapnya adalah suatu hal yang
boleh-boleh saja, kebiasan tersebut adalah apa yang disebut sebagai pacaran.
Oleh karena itu maka penulis mencoba untuk memaparkan sedikit tinjauan islam
tentang hal ini dengan harapan penulis dan pembaca sekalian dapat memahami
bagaimana islam memandang pacaran serta kemudian dapat menjauhinya.
Pacaran
yang dikenal secara umum adalah suatu jalinan hubungan cinta kasih antara
dua orang yang berbeda jenis yang bukan mahrom dengan anggapan sebagai
persiapan untuk saling mengenal sebelum akhirnya menikah[1].
Inilah mungkin definisi pacaran yang
banyak tersebar dikalangan muda-mudi. Maka atas dasar inilah kebanyakan
orang menganggap bahwa hal ini adalah suatu yang boleh-boleh saja, bahkan lebih
parahnya lagi dianggap aneh kalau menikah tanpa pacaran terlebih dahulu –wal
‘iyyadzubillah –. Lalu jika demikian bagaimanakah tinjauan islam tentang
hal ini? Berikut penulis coba jelaskan sedikit kepada pembaca –sesuai dengan
ilmu yang sampai kepada penulis– bagaimana islam memandang pacaran.
Pacaran
adalah suatu yang sudah jelas keharamannya dalam islam, dalil
tentang hal ini banyak sekali diantaranya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla
:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ
فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk jalan”.
(Al Isra’ [17] : 32).
Ayat ini adalah dalil tegas yang
menunjukkan haramnya pacaran.
Berkaitan dengan ayat ini seorang ahli
tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- mengatakan
dalam tafsirnya,
“Larangan
mendekati suatu perbuatan nilainya lebih daripada semata-mata larangan
melakukan suatu perbuatan karena larangan mendekati suatu perbuatan mencakup
larangan seluruh hal yang dapat menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk
melakukan perbuatan yang dilarang”.
Kemudian Beliau –rahimahullah-
menambahkan sebuah kaidah yang penting dalam hal ini,
“Barangsiapa
yang mendekati suatu perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh
pada suatu yang dilarang”
[2].
Hal senada juga sebelumnya dikatakan
penulis Tafsir Jalalain demikian juga Asy Syaukani
–rahimahullah- namun Beliau menambahkan, “Jika suatu yang
haram itu telah dilarang maka jalan menuju keharaman tersebut juga dilarang
dengan melihat maksud pembicaran”
[3]. Bahkan diakatakan oleh Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah-, “termasuk
dalam ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya (yang tidak halal
baginya, pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama saja apakah ketika
itu dia sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun tidak”
[4]. Dari penjelasan para ulama ini
jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram karena pacaran termasuk dalam
perkara menuju zina yang Allah haramkan ummat nabiNya untuk mendekatinya.
Jika ada yang mengatakan bahwa pacaran
belumlah dapat dikatakan sebagai perbuatan menuju zina, maka kita
katakan kepadanya bukankah orang yang paling tahu tentang perkara yang dapat
mendekatkan ummatnya ke surga dan menjauhkannya dari api neraka telah
mengatakan :
وَ احْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَ غَضُّوْا
أَبْصَارَكُمْ وَ كَفُّوْا أَيْدِيَكُمْ
“Jagalah kemaluan
kalian, tundukkanlah pandangan-pandangan kalian dan tahanlah
tangan-tangan kalian”.
Dalam hadits yang mulia ini terdapat
perintah untuk menundukkan pandangan dan
hukum
asal dari suatu perintah baik itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla ataupun
perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan adanya tunututan
untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dengan segera
[6].
Maka jelaslah bahwa pacaran adalah
suatu yang diharamkan dalam islam.
Kemudian jika ada yang mengatakan kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka
bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal?
Maka kita katakan pada orang yang
beralasan demikian dengan jawaban yang singkat namun tegas bukankah petunjuk
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik petunjuk?
Bukankah Beliau adalah orang yang paling kasih
kepada ummatnya tidak memberikan petunjuk yang demikian? Firman
Allah ‘Azza wa Jalla,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ
رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”.
(At Taubah [9] : 128).
Kata حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ
pada ayat di atas ditafsirkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
–rahimahullah- berarti bahwa, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah orang yang mencintai kebaikan kepada kita ummatnya, mengerahkan
seluruh kesungguhannya dalam rangka menyampaikan kebaikan kepada mereka,
bersemangat untuk dapat memberikan hidayah (irsyad, pent.) berupa iman kepada
mereka, tidak suka jika kejelekan menimpa mereka dan menegerahkan
seluruh usahanya untuk menjauhkan mereka dari kejelekan
”[7].
Dengan demikian ayat di atas jelas menunjukkan bahwa Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling kasih pada ummatnya dan paling
menginginkan kebaikan untuk mereka namun Beliau tidaklah mengajarkan kepada
ummatnya yang demikian. Simak pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
:
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى
إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ
لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ
“Sesungguhnya
tidak ada Nabi sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya
kebaikan yang dia ketahui untuk umatnya, dan mengingatkan semua kejelekan yang
dia ketahui bagi umatnya…”.
Maka hendak kemanakah lari orang yang
berpendapat kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah
dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal? Bukankah
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan dan mempraktekkan
bagaimana tatacara menuju pernikahan? Apakah Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengajarkan kepada kita cara mencari pasangan hidup
dengan pacaran? Wahai pengikut hawa nafsu hendak kemanakah lagi engkau
palingkan sesuatu yang telah jelas dan gamblang ini ??!!!
Kalau seandainya yang
demikian dapat mengantarkan kepada kebaikan tentulah Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengajarkannya kepada kita.
Sebagai penutup kami nukilkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang posisi shaf laki-laki dan
perempuan dalam sholat, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan
:
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا
وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik
shaf laki-laki adalah yang pertama, sejelek-jeleknya adalah
yang paling akhir dan Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang
paling akhir, sejelek-jeleknya adalah adalah yang paling awal”.[9]
Maka renungkan wahai saudaraku
apakah
lebih layak orang –bukan suami istri– yang tidak
sedang dalam keadaan beribadah kepada Allah untuk berdekatan, berdua-duan dan
bermesra-mesraan serta merasa aman dari perbuatan menuju zina padahal Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia mengatakan yang demikian !!!??
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menyatakan :
ما نَهَيتُكُمْ عَنْهُ ، فاجْتَنِبوهُ
Allahu Ta’ala a’lam bish showaab,
mudah-mudahan yang sedikit ini dapat menjadi renungan bagi orang-orang yang
masih melakukannya dan bagi kita yang tidak mudah-mudahan Allah jaga anak
keturunan kita darinya.
Menjelang malam, 17 Jumadi Tsaniyah
1430/11 Juni 2009.
Abu Halim Budi bin Usman As Sigambali
Yang selalu mengharap ampunan Robbnya
Siapa Bilang Pacaran Haram
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Siapa
Bilang Pacaran Haram ??
Segala
puji hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya kepadaNya kita memuji,
meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan memohon perlindungan atas
kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk.
Barangsiapa yang diberi
Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesesatkannya dan barangsiapa yang
Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberikannya hidayah taufik. Aku
bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan tiada
sekutu baginya. Aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah hambaNya dan UtusanNya. Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para
sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim jami’an.
Pacaran adalah suatu hal yang telah menyebar
luas dikalangan masyarakat sebuah kebiasaan yang terlarang dalam islam namun
sadar tak sadar telah menjadi suatu hal yang sangat sering kita lihat bahkan
sebahagian orang menganggapnya adalah suatu hal yang boleh-boleh saja, kebiasan
tersebut adalah apa yang disebut sebagai pacaran. Oleh karena itu
maka penulis mencoba untuk memaparkan sedikit tinjauan islam tentang hal ini
dengan harapan penulis dan pembaca sekalian dapat memahami bagaimana islam
memandang pacaran serta kemudian dapat menjauhinya.
Pacaran yang dikenal secara
umum adalah suatu jalinan hubungan cinta kasih antara dua orang yang
berbeda jenis yang bukan mahrom dengan anggapan sebagai persiapan untuk saling
mengenal sebelum akhirnya menikah[1].
Inilah
mungkin definisi pacaran yang banyak tersebar dikalangan muda-mudi. Maka
atas dasar inilah kebanyakan orang menganggap bahwa hal ini adalah suatu yang
boleh-boleh saja, bahkan lebih parahnya lagi dianggap aneh kalau menikah tanpa
pacaran terlebih dahulu –wal ‘iyyadzubillah –. Lalu jika demikian
bagaimanakah tinjauan islam tentang hal ini? Berikut penulis coba jelaskan
sedikit kepada pembaca –sesuai dengan ilmu yang sampai kepada penulis–
bagaimana islam memandang pacaran.
Pacaran adalah suatu yang sudah jelas
keharamannya dalam islam, dalil tentang hal ini banyak sekali
diantaranya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla :
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan seburuk-buruk jalan”. (Al Isra’ [17] : 32).
Ayat
ini adalah dalil tegas yang menunjukkan haramnya pacaran.
Berkaitan
dengan ayat ini seorang ahli tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di –rahimahullah- mengatakan dalam tafsirnya,
“Larangan mendekati suatu
perbuatan nilainya lebih daripada semata-mata larangan melakukan suatu
perbuatan karena larangan mendekati suatu perbuatan mencakup larangan seluruh
hal yang dapat menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk melakukan perbuatan
yang dilarang”.
Kemudian
Beliau –rahimahullah- menambahkan sebuah kaidah yang penting dalam hal
ini,
“Barangsiapa yang mendekati suatu
perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh pada suatu yang
dilarang”[2].
Hal
senada juga sebelumnya dikatakan penulis Tafsir Jalalain demikian
juga Asy Syaukani –rahimahullah- namun Beliau menambahkan,
“Jika suatu yang haram itu telah dilarang maka jalan menuju keharaman
tersebut juga dilarang dengan melihat maksud pembicaran”
[3]. Bahkan diakatakan
oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah-,
“termasuk dalam ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya
(yang tidak halal baginya, pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama
saja apakah ketika itu dia sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun
tidak”[4].
Dari penjelasan
para ulama ini jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram karena pacaran
termasuk dalam perkara menuju zina yang Allah haramkan ummat nabiNya untuk
mendekatinya.
Jika
ada yang mengatakan bahwa pacaran belumlah dapat dikatakan sebagai
perbuatan menuju zina, maka kita katakan kepadanya bukankah orang yang
paling tahu tentang perkara yang dapat mendekatkan ummatnya ke surga dan
menjauhkannya dari api neraka telah mengatakan :
وَ احْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَ غَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَ
كَفُّوْا أَيْدِيَكُمْ
“Jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah
pandangan-pandangan kalian dan tahanlah tangan-tangan kalian”.[5]
Dalam
hadits yang mulia ini terdapat perintah untuk menundukkan pandangan dan
hukum asal dari suatu
perintah baik itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla ataupun perintah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan adanya tunututan untuk
melaksanakan apa yang diperintahkan dengan segera[6].
Maka
jelaslah bahwa pacaran adalah suatu yang diharamkan dalam islam.
Kemudian
jika ada yang mengatakan kalau seandainya
pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal
mereka belum saling kenal?
Maka
kita katakan pada orang yang beralasan demikian dengan jawaban yang singkat
namun tegas bukankah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah sebaik-baik petunjuk? Bukankah Beliau
adalah orang yang paling kasih kepada ummatnya tidak memberikan petunjuk yang
demikian? Firman Allah ‘Azza wa Jalla,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ
مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At Taubah [9] :
128).
Kata
حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ
pada ayat di atas ditafsirkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
–rahimahullah- berarti bahwa, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah orang yang mencintai kebaikan kepada kita ummatnya, mengerahkan
seluruh kesungguhannya dalam rangka menyampaikan kebaikan kepada mereka,
bersemangat untuk dapat memberikan hidayah (irsyad, pent.) berupa iman kepada
mereka, tidak suka jika kejelekan menimpa mereka dan menegerahkan
seluruh usahanya untuk menjauhkan mereka dari kejelekan”
[7]. Dengan demikian ayat di atas jelas
menunjukkan bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang
paling kasih pada ummatnya dan paling menginginkan kebaikan untuk mereka namun
Beliau tidaklah mengajarkan kepada ummatnya yang demikian. Simak pula sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا
عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ
شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ
“Sesungguhnya tidak ada Nabi
sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang dia
ketahui untuk umatnya, dan mengingatkan semua kejelekan yang dia ketahui bagi
umatnya…”
.[8]
Maka
hendak kemanakah lari orang yang berpendapat kalau seandainya pacaran
tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka
belum saling kenal? Bukankah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengajarkan dan mempraktekkan bagaimana tatacara menuju pernikahan? Apakah
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan kepada
kita cara mencari pasangan hidup dengan pacaran? Wahai pengikut hawa
nafsu hendak kemanakah lagi engkau palingkan sesuatu yang telah jelas dan
gamblang ini ??!!!
Kalau seandainya yang
demikian dapat mengantarkan kepada kebaikan tentulah Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengajarkannya kepada kita.
Sebagai
penutup kami nukilkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
posisi shaf laki-laki dan perempuan dalam sholat, Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakan :
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا
وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki
adalah yang pertama, sejelek-jeleknya adalah yang paling akhir
dan Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling akhir, sejelek-jeleknya
adalah adalah yang paling awal”.
Maka
renungkan wahai saudaraku
apakah lebih layak
orang
–bukan suami istri– yang tidak sedang dalam keadaan beribadah kepada
Allah untuk berdekatan, berdua-duan dan bermesra-mesraan serta merasa aman dari
perbuatan menuju zina padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia
mengatakan yang demikian !!!??
Bukankah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan :
ما نَهَيتُكُمْ عَنْهُ ، فاجْتَنِبوهُ
“Semua perkara yang
aku larang maka jauhilah”
Allahu Ta’ala a’lam bish showaab, mudah-mudahan yang sedikit
ini dapat menjadi renungan bagi orang-orang yang masih melakukannya dan bagi
kita yang tidak mudah-mudahan Allah jaga anak keturunan kita darinya.
Menjelang malam, 17 Jumadi Tsaniyah 1430/11 Juni 2009.
Abu Halim Budi bin Usman As Sigambali
Yang selalu mengharap ampunan Robbnya
Siapa Bilang Pacaran Haram
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Siapa
Bilang Pacaran Haram ??
Segala
puji hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya kepadaNya kita memuji,
meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan memohon perlindungan atas
kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk.
Barangsiapa yang diberi
Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesesatkannya dan barangsiapa yang
Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberikannya hidayah taufik. Aku
bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan tiada
sekutu baginya. Aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah hambaNya dan UtusanNya. Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para
sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim jami’an.
Pacaran adalah suatu hal yang telah menyebar
luas dikalangan masyarakat sebuah kebiasaan yang terlarang dalam islam namun
sadar tak sadar telah menjadi suatu hal yang sangat sering kita lihat bahkan
sebahagian orang menganggapnya adalah suatu hal yang boleh-boleh saja, kebiasan
tersebut adalah apa yang disebut sebagai pacaran. Oleh karena itu
maka penulis mencoba untuk memaparkan sedikit tinjauan islam tentang hal ini
dengan harapan penulis dan pembaca sekalian dapat memahami bagaimana islam
memandang pacaran serta kemudian dapat menjauhinya.
Pacaran yang dikenal secara
umum adalah suatu jalinan hubungan cinta kasih antara dua orang yang
berbeda jenis yang bukan mahrom dengan anggapan sebagai persiapan untuk saling
mengenal sebelum akhirnya menikah[1].
Inilah
mungkin definisi pacaran yang banyak tersebar dikalangan muda-mudi. Maka
atas dasar inilah kebanyakan orang menganggap bahwa hal ini adalah suatu yang
boleh-boleh saja, bahkan lebih parahnya lagi dianggap aneh kalau menikah tanpa
pacaran terlebih dahulu –wal ‘iyyadzubillah –. Lalu jika demikian
bagaimanakah tinjauan islam tentang hal ini? Berikut penulis coba jelaskan
sedikit kepada pembaca –sesuai dengan ilmu yang sampai kepada penulis–
bagaimana islam memandang pacaran.
Pacaran adalah suatu yang sudah jelas
keharamannya dalam islam, dalil tentang hal ini banyak sekali
diantaranya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla :
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan seburuk-buruk jalan”. (Al Isra’ [17] : 32).
Ayat
ini adalah dalil tegas yang menunjukkan haramnya pacaran.
Berkaitan
dengan ayat ini seorang ahli tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di –rahimahullah- mengatakan dalam tafsirnya,
“Larangan mendekati suatu
perbuatan nilainya lebih daripada semata-mata larangan melakukan suatu
perbuatan karena larangan mendekati suatu perbuatan mencakup larangan seluruh
hal yang dapat menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk melakukan perbuatan
yang dilarang”.
Kemudian
Beliau –rahimahullah- menambahkan sebuah kaidah yang penting dalam hal
ini,
“Barangsiapa yang mendekati suatu
perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh pada suatu yang
dilarang”[2].
Hal
senada juga sebelumnya dikatakan penulis Tafsir Jalalain demikian
juga Asy Syaukani –rahimahullah- namun Beliau menambahkan,
“Jika suatu yang haram itu telah dilarang maka jalan menuju keharaman
tersebut juga dilarang dengan melihat maksud pembicaran”
[3]. Bahkan diakatakan
oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah-,
“termasuk dalam ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya
(yang tidak halal baginya, pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama
saja apakah ketika itu dia sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun
tidak”[4].
Dari penjelasan
para ulama ini jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram karena pacaran
termasuk dalam perkara menuju zina yang Allah haramkan ummat nabiNya untuk
mendekatinya.
Jika
ada yang mengatakan bahwa pacaran belumlah dapat dikatakan sebagai
perbuatan menuju zina, maka kita katakan kepadanya bukankah orang yang
paling tahu tentang perkara yang dapat mendekatkan ummatnya ke surga dan
menjauhkannya dari api neraka telah mengatakan :
وَ احْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَ غَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَ
كَفُّوْا أَيْدِيَكُمْ
“Jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah
pandangan-pandangan kalian dan tahanlah tangan-tangan kalian”.[5]
Dalam
hadits yang mulia ini terdapat perintah untuk menundukkan pandangan dan
hukum asal dari suatu
perintah baik itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla ataupun perintah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan adanya tunututan untuk
melaksanakan apa yang diperintahkan dengan segera[6].
Maka
jelaslah bahwa pacaran adalah suatu yang diharamkan dalam islam.
Kemudian
jika ada yang mengatakan kalau seandainya
pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal
mereka belum saling kenal?
Maka
kita katakan pada orang yang beralasan demikian dengan jawaban yang singkat
namun tegas bukankah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah sebaik-baik petunjuk? Bukankah Beliau
adalah orang yang paling kasih kepada ummatnya tidak memberikan petunjuk yang
demikian? Firman Allah ‘Azza wa Jalla,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ
مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At Taubah [9] :
128).
Kata
حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ
pada ayat di atas ditafsirkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
–rahimahullah- berarti bahwa, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah orang yang mencintai kebaikan kepada kita ummatnya, mengerahkan
seluruh kesungguhannya dalam rangka menyampaikan kebaikan kepada mereka,
bersemangat untuk dapat memberikan hidayah (irsyad, pent.) berupa iman kepada
mereka, tidak suka jika kejelekan menimpa mereka dan menegerahkan
seluruh usahanya untuk menjauhkan mereka dari kejelekan”
[7]. Dengan demikian ayat di atas jelas
menunjukkan bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang
paling kasih pada ummatnya dan paling menginginkan kebaikan untuk mereka namun
Beliau tidaklah mengajarkan kepada ummatnya yang demikian. Simak pula sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا
عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ
شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ
“Sesungguhnya tidak ada Nabi
sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang dia
ketahui untuk umatnya, dan mengingatkan semua kejelekan yang dia ketahui bagi
umatnya…”
.[8]
Maka
hendak kemanakah lari orang yang berpendapat kalau seandainya pacaran
tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka
belum saling kenal? Bukankah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengajarkan dan mempraktekkan bagaimana tatacara menuju pernikahan? Apakah
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan kepada
kita cara mencari pasangan hidup dengan pacaran? Wahai pengikut hawa
nafsu hendak kemanakah lagi engkau palingkan sesuatu yang telah jelas dan
gamblang ini ??!!!
Kalau seandainya yang
demikian dapat mengantarkan kepada kebaikan tentulah Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengajarkannya kepada kita.
Sebagai
penutup kami nukilkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
posisi shaf laki-laki dan perempuan dalam sholat, Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakan :
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا
وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki
adalah yang pertama, sejelek-jeleknya adalah yang paling akhir
dan Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling akhir, sejelek-jeleknya
adalah adalah yang paling awal”.
Maka
renungkan wahai saudaraku
apakah lebih layak
orang
–bukan suami istri– yang tidak sedang dalam keadaan beribadah kepada
Allah untuk berdekatan, berdua-duan dan bermesra-mesraan serta merasa aman dari
perbuatan menuju zina padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia
mengatakan yang demikian !!!??
Bukankah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan :
ما نَهَيتُكُمْ عَنْهُ ، فاجْتَنِبوهُ
“Semua perkara yang
aku larang maka jauhilah”
Allahu Ta’ala a’lam bish showaab, mudah-mudahan yang sedikit
ini dapat menjadi renungan bagi orang-orang yang masih melakukannya dan bagi
kita yang tidak mudah-mudahan Allah jaga anak keturunan kita darinya.
Menjelang malam, 17 Jumadi Tsaniyah 1430/11 Juni 2009.
Abu Halim Budi bin Usman As Sigambali
Yang selalu mengharap ampunan Robbnya
Langganan:
Postingan (Atom)