Hakikat hati manusia
Sesuatu yang paling mulia pada manusia
adalah hati. Karena sesungguhnya hatilah yang mengetahui Allah Subhanahu wata’ala,
yang beramal untuk-Nya, dan yang berusaha menuju kepada-Nya. Anggota badan
hanya menjadi pengikut dan pembantu hati, layaknya seorang budak yang membantu
raja. Barangsiapa mengetahui hakekat hatinya, ia akan mengetahui hakekat
Rabb-Nya. Namun mayoritas manusia tidak mengetahui hati dan jiwanya.
Ketahuilah, bahwa hati, pada tabiat
fitrahnya, mau menerima petunjuk. Tapi tetap ada syahwat dan hawa nafsu yang
melekat padanya di mana hati juga akan cenderung kepadanya. Di sana, akan
saling mengusir antara malaikat dan setan, terus berlangsung sampai hati itu
membuka untuk salah satunya dan akhirnya menetap padanya. Sehingga pihak kedua
tidak melewati hati itu kecuali sembunyi-sembunyi.
Sebagaimana firman
Allah Subhanahu wata’ala:
“Dari kejahatan bisikan-bisikan yang
tersembunyi”.
Yaitu yang jika disebut
Allah Subhanahu wata’ala ia sembunyi, tapi kalau lalai ia merasa
lega. Dan tidak ada yang mengusir setan dari hati kecuali dzikir kepada
Allah Subhanahu wata’ala. Setan tidak akan tentram bersama dzikir.
Ketahuilah, permisalan hati seperti
sebuah benteng, sedang setan adalah musuh yang hendak memasuki benteng itu lalu
menguasainya. Tidak mungkin benteng itu terjaga kecuali dengan menjaga
pintu-pintunya. Dan orang yang tidak mengetahuinya tidak mungkin mampu
menjaganya, begitu pula tidak mungkin menghalangi setan kecuali dengan
mengetahui jalan masuknya.
Jalan-jalan masuk setan banyak
jumlahnya, di antaranya hasad (dengki), ambisi duniawi, marah, syahwat, cinta
berhias, kenyang, tamak, terburu-buru, cinta harta, fanatik madzhab, berpikir
sesuatu yang tidak dicapai akal, buruk sangka dengan kaum muslimin, dan
lain-lain.
Seyogyanya seorang manusia menjaga
dirinya dari sesuatu yang akan menjadikan orang berprasangka buruk kepadanya.
Untuk mengobati kerusakan-kerusakan ini adalah dengan menutup pintu-pintu setan
tersebut dengan membersihkan hati dan sifat-sifat jelek itu sehingga dengan
bersihnya hati dari sifat-sifat itu berarti setan-setan hanya bisa lewat, tidak
bisa menetap padanya. Untuk menghalangi lewatnya cukup dengan berdzikir kepada
Allah Subhanahu wata’ala dan memenuhi hati dengan takwa.
Perumpamaan setan itu seperti anjing
lapar yang mendekatimu. Kalau kamu tidak punya makanan dia akan pergi hanya
diusir dengan kata-kata. Tapi kalau kamu punya makanan sedangkan dia lapar, dia
tidak akan pergi hanya dengan ucapan. Begitupula hati yang tidak memiliki
makanan untuk setan, setan itu akan pergi hanya dengan dzikir.
Sebaliknya hati yang dikalahkan oleh
hawa nafsunya, dia menjadikan dzikir itu hanya sambilan sehingga tidak mapan di
tengahnya. Maka setanlah yang akhirnya menetap di tengahnya.
Jika kamu ingin tahu kebenarannya,
perhatikan yang demikian ini pada shalatmu. Lihatlah bagaimana setan mengajak
bincang-bincang dengan hatimu di saat semacam ini, dengan mengingatkan pasar,
penghasilan/ gaji , urusan dunia, dan lain-lain.
Wallahu ta’ala a’lam.
Diterjemahkan dan diringkas dari
Mukhtasar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah hal. 193-195 ; Oleh Al-Ustadz Qomar
Suaidi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar